Sulut – Pemilu 2024 diorediksi akan menjadi tahun politik dengan angka golput terbanyak. Hal ini sebagaimana diungkapkan pakar politik Sulawesi Utara, Ferry Daud Liando.
Dikutip dari Sindomanado, menurut Liando Hal ini dipicu oleh kebijakan-kebijakan elit-elit politik di parelemen yang cenderung tidak sejalan dengan kepentingan publik. “Keadaan demikian makin memicu ketidakpercayaan publik baik terhadap partai politik (parpol) maupun aktor-aktor politik sehingga berpotensi berdampak pada golput,” ujar Liando yang juga Akademisi Unsrat
Dikatakan, beberapa waktu lalu ada banyak elemen masyarakat menolak pembahasan RUU cipta kerja. Namun DPR tetap membahas dan mengesahkannnya. Untunglah mahkamah konstitusi (MK) memutuskan untuk menunda pemberlakuannya. MK menilai UU cipta kerja melanggar prosedur, tidak sesuai asas dan tidak melibatkan Partispasi publik. Kali ini sebagain elit politik di DPR mewacanakan penundaan pelaksanaan pemilu.
Liando melihat, di lembaga DPR saat ini terpolarisasi pada tiga arus tentang wacana ini yaitu arus menyatakan dukungan penudaan yang disposnsori oleh PAN, PKB dan Golkar. Arus kekuatan politik yang masih bersikap pasif. Belum menyatakan sikap apakah menolak atau mendukung. Kemudian ada arus yang menyatakan menolak seperti PDIP namun sebagian kadernya malah menyatakan dukungan. Arus yang menyatakan dukungan penudaan beralasan bahwa faktor ekonomi belum mendukung pelaksanaan Pemilu 2024,” jelas Peneliti Kepemiluan tersebut.
Kata dia, harus diakui bahwa salah satu faktor yang dapat meruntuhkan stabilitas ekonomi adalah pemilu. Pemilu yang kerap dilanda kerusuhan menyebabkan menjauhnya investor berinvestasi di Indonesia.
Meski demikian, dijelaskan untuk mengatasi kerusuhan bukan berarti pemilunya yang harus ditunda. Justru yang barus dibenahi adalah prilaku para elit politik. Selama ini kerusuhan justru banyak diciptakan para elit-elit politik agar mudah mendapatkan jabatan atau mempertahankan jabatan. Mereka kerap memanfaatkan kelompok-kelompok radikal untuk membuat kerusuhan, memanfaatkan para kreator teknologi untuk menyuburkan hoaks serta cara-cara lain mengacaukan pemilu untuk kepentingan aktor-aktor tertentu. “Hoaks, konflik dan kerusuhan ini mengakibatkan banyak invenstor menarik diri sehingga berdampak pada perekonomian nasional. Menunda pemilu bukan jawaban untuk stabilitas ekonomi,” tutup Dosen Fisip Unsrat tersebut. (*)