Maniapost.com, JAKARTA- Komisi III DPR RI menyoroti kasus cyber telor atau peretasan yang menimpa Indonesia Corporotion Watch (ICW) dan eks Pimpinan KPK.
Kejahatan cyber teror itu di lakukan saat sejumlah anggota ICW menggelar konferensi pers bersama sejumlah eks pimpinan KPK melalui virtual.
Itu untuk menyikapi masalah 75 pegawai KPK yang di berhentikan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Karena itu, Komisi III DPR mendesak Mabes Polri segera mengusut secara tuntas dugaan upaya kejahatan peretasan media sosial, WhatsApp pribadi eks pimpinan KPK dan ICW.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basarah dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan Pojoksatu.id di Jakarta, Selasa (18/5/2021).
Cyber teror upaya peretasan akun WhatsApp, email, sosial media, teror telepon, ini merupakan kejahatan dan tindak pidana di atur UU,” jelasnya.
Taufik juga meminta negara harus hadir untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi warga negaranya.
Dalam hal ini, perlindungan salah satunya bisa di lakukan melalui penyelidikan kepolisian.
Perlindungan dan rasa aman ini, lanjut politisi Nasdem itu harus di berikan kepada siapapun warga negara Indonesia.
“Dari kelompok manapun, dari berbagai latar belakang, dan sikap politik apapun,” ujarnya.
Menurut anak buah Surya Paloh itu adalah perintah konstitusi dan merupakan tugas serta tanggung jawab negara.
“Pihak yang mendapatkan ancaman dan cyber teror di harapkan melaporkan peristiwa dialaminya agar dapat membantu aparat kepolisian menjalankan tugasnya,” tuturnya.
Taufik menegaskan cara-cara cyber teror tidak boleh di biarkan.
“Bila di biarkan terus menerus tanpa ada penindakan, kita khawatir hal itu dapat meruntuhkan negara hukum dan demokrasi,” tandas Taufik.
Sebelumnya, Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, peretasan tersebut di lakukan saat konferensi pers bersama eks pimpinan KPK, pada Senin (17/5).
Konferensi pers di lakukan menggunakan media Zoom (khusus untuk narasumber dan panitia) dan ditayangkan melalui kanal YouTube Sahabat ICW.
“Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan,” kata Wana kepada wartawan, Senin (17/5).
“Pertama, menggunakan nama pembicara untuk masuk ke media Zoom. Kedua, menggunakan nama staf ICW untuk masuk ke media Zoom,” lanjutnya.
Pola peretasan yang ketiga, lanjut Wana, adalah menggunakan foto dan video porno dalam ruangan Zoom.
Kemudian yang keempat, menurut Wana, adalah mematikan mikrofon dan video para pembicara.
“Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali untuk mengganggu konsentrasinya sebagai moderator acara,” ungkap Wana.
Upaya peretasan tak berhenti di situ, Wana menuturkan, pola yang keenam adalah mengambil alih nomor WhatsApp delapan pegawai ICW.
Pada pola ketujuh, para pegawai ICW yang nomornya sempat di retas mendapatkan panggilan telepon dari nomor Amerika Serikat dan nomor provider Telkomsel.
“Kedelapan, peretas mencoba mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW. Namun, upaya tersebut gagal,” kata Wana.
Terakhir, peretasan di lakukan dengan membuat tautan yang dibagikan oleh mantan Ketua KPK Abraham Samad tidak bisa dibuka.
Wana menceritakan bahwa upaya peretasan tidak hanya terjadi kali ini.
“Upaya pembajakan ini bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya, pada kontroversi proses pemilihan pimpinan KPK, revisi UU KPK Tahun 2019, UU Minerba, UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi,” terangnya.
Wana mengatakan bahwa upaya peretasan di lakukan oleh pihak-pihak yang tak setuju pada upaya penguatan pemberantasan korupsi.
Peretasan ini, sambung Wana, merupakan wujud pembungkaman baru suara kritis masyarakat.
“Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara,” imbuh dia.(MG)
(Berita ini juga sudah terbit di pojoksatu.id)