Gorontalo – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen di Provinsi Gorontalo mengecam tindakan oknum polisi yang mengintimidasi sejumlah wartawan saat meliput demo tolak undang-undang Omnibus Law di Simpang Lima, Kota Gorontalo, Senin (12/10/2020).
Ketua AJI Gorontalo, Andri Arnol mengatakan, pihaknya menerima ada sejumlah jurnalis yang menjadi korban tindakan tindak kesewenang-wenangan aparat, saat wartawan melakukan kerja jurnalistik pada aksi demonstrasi.
“Laporan kami terima ada tiga wartawan yang diintimidasi. Intimidasi ini berupa pemaksaan oleh polisi terhadap jurnalis untuk memaksa menghapus gambar liputannya. Serta ada juga dua wartawan yang ditangkap. Saat ini kami berada di Polda Gorontalo untuk mengawal persoalan ini,” ujar Andri.
Andri menegaskan, polisi yang sebagai aparat hukum seharusnya tidak menggunakan cara-cara arogan untuk menghentikan kerja jurnalis.
“Kita mengecam karena ini salah satu tindakan yang menghalangi kerja jurnalis, karena itu melanggar UU Nomor 40/1999 tentang pers. Saya meminta pimpinan Polda Gorontalo mengusut tuntas persoalan ini,” tegas Andri.
Sementara itu, Sekretaris PWI Gorontalo, Fadli Polii mengatakan bahwa PWI tidak ingin kerja-kerja wartawan di lapangan mendapat intimidasi. Sebab jika itu dilakukan maka, aparat kepolisian sudah melanggar UU Nomor 40/1999 tentang pers.
“Kami yang mendapat informasi bahwa ada wartawan yang saat meliput aksi demo menolak UU Cipta Kerja digiring ke Polda Gorontalo. Kami langsung bergerak, mengawal. Kami tidak ingin teman-teman sejawat kami mendapat intimidasi atau kekerasan,” tutur Fadli.
Menurutnya bahwa kerja-kerja wartawan dilindungi oleh UU. Sehingga aparat kepolisian yang melakukan pengamanan harusnya tidak represif terhadap teman-teman media. Apalagi mereka menggunakan ID card saat meliput.
“Jika ada intimidasi apalagi karya-karya teman-teman jurnalis diminta untuk dihapus. Maka kami akan mengadukan ini ke PWI Pusat dan juga ke Propam terhadap aparat-aparat yang menekan kerja-kerja wartawan,” paparnya.
Sebelumnya saat meliput aksi demo menolak Undang-undang Cipta Kerja, yang berbuntut kericuhan di simpang lima Telaga, Kota Gorontalo, Senin (12/10/2020), sebanyak 69 orang yang sebagaian besar mahasiswa ditangkap. Dua di antaranya adalah Hamdi, wartawan media online kronologi.id. Hamdi diamankan saat sedang meliput momen bentrok fisik yang melibatkan oknum polisi dengan massa demonstran.
Selain Hamdi, ada pula editor media online 60dtk.com, Niken Mokoginta, ikut ditahan. Niken ditahan bersama massa demonstran dari unsur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Tak hanya itu, saat meliput aksi demo tadi pun, wartawan gopos.id atas nama Arianto Panambang diduga dianiaya sejumlah oknum anggota. Meski sudah menggunakan ID Card, Ari tetap mendapat beberapa pukulan yang mengenai kepalanya.
Beruntung aksi pemukulan tersebut dilerai oleh wartawan lainnya yang berada di lokasi. Mereka memberitahukan bahwa orang yang dianiaya tersebut adalah wartawan.
Selain itu, Salah satu wartawan dari media online Liputan 6, Arfandi Ibrahim mengaku, dirinya dilarang mengambil gambar maupun merekam video aksi penangkapan dan pemukulan yang dilakukan polisi terhadap sejumlah massa aksi.
“Saya diminta suruh hapus, polisi yang berseragam lengkap itu bilang hapus, hapus itu gambar. Katanya kami wartawan memberitakan secara tidak berimbang. Karena oknum itu terus memaksa, maka gambar terpaksa saya hapus,” ujar Arfandi.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Wahyu Tri Cahyono saat dikonfirmasi mengatakan, tidak ada niat Polri untuk mengintimidasi para wartawan.
Apabila ada intimidasi maupun ada penangkapan terhadap wartawan, pihaknya masih akan mencari tahu apa benar informasinya seperti itu.
“Kami meminta maaf kepada teman-teman media. Yang jelas tindakan Polri dalam aksi ini sudah sesuai SOP untuk melakukan tindakan tegas dan terukur. Untuk wartawan yang ditangkap, kami masih cek apakah dia terlibat langsung atau ada kesalahpahaman di lapangan karena salah sasaran,” jelas Wahyu saat diwawancarai awak media di lokasi aksi unjuk rasa.
Wahyu juga mengaku, sejumlah mahasiswa juga turut diamankan karena dianggap melakukan provokasi sehingga berujung bentrok.
“Ada sejumlah massa yang kita anggap provokator sudah diamankan di Polda Gorontalo. Kita akan tindaklanjuti lagi, kita akan data dan kita akan lakukan rapid test,” ujar Wahyu.
Sebelumnya aksi tolak Omnibus Law Undang-undang cipta kerja berujung bentrok antara massa aksi dengn polisi. Water Canon dan tembakan gas air mata dikeluarkan polisi untuk membubarkan massa aksi. (mg)